"Misteri Struktur Bata Kuno di Kumitir: Jejak Kedaton Majapahit atau Candi Pendharmaan?"


Struktur bata kuno itu terletak di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Hingga kini, struktur sepanjang 100 meter itu diprediksi merupakan talud. Tetapi, tim arkeolog belum dapat menyimpulkan bangunan apa yang dulunya pernah berdiri di lokasi tersebut. Meski demikian, mereka menyakini, lokasi tersebut merupakan tempat penting kala itu.

Bentangan struktur bata kuno dengan panjang lebih dari 200 meter, ketebalan 140 cm dengan tinggi kisaran 120 cm dari permukaan tanah asli, tentunya memunculkan berbagai prediksi. Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Nugroho Dwi Wicaksono menyakini lokasi tersebut bukan tempat sembarangan. "Kita perkirakan bahwa struktur bata ini merupakan sisi timur dari Kota Majapahit. Dimana disebutkan bahwa Kedaton Majapahit itu dikelilingi tembok-tembok. Nah bisa jadi kita menemukan sisi timur dari kedaton, dimana posisi tengahnya berada di Segaran dan Sumur Upas," ujar Wicak

Prediksi itu tak lepas dari temuan bata kuno yang digunakan dalam pembuatan talud tersebut. Dari dimensinya, bata kuno itu memiliki ukuran bata 32 cm, lebar 18 cm serta memiliki ketebalan 6 cm. Sama dengan ukuran bata kuno di situs peninggalan Kerajaan Majapahit lainnya yang ditemukan di wilayah Kecamatan Trowulan. Disisi lain, sejumlah literasi menyebutkan bahwa Kumitir sudah menjadi tempat penting jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri kokoh. Dalam serat Pararaton, kata Wicak, pada abad ke-13 Kumitir merupakan lokasi pendharmaan Mahisa Cempaka atau Narasinghamurti dan Wisnuwardhana. Keduanya merupakan raja Kerajaan Tumapel atau lebih dikenal sebagai Singasari.

Keduanya memerintah dalam waktu yang bersamaan. Dalam pararaton disebutkan, bagiakan ular berkepala dua. Wisnuwardhana yang jadi raja, Mahisa Cempaka mendampingi, tapi dia (Mahisa Cempaka) statusnya juga sebagai raja. Menariknya, dalam Negarakretagama, Raden Wijaya menyebutkan adanya pendharmaan Mahisa Cempaka di sini tahun 1286," imbuhnya.

Tempat pendharmaan adalah monumen untuk memperingati kematian. Atau tempat peribadatan khusus. Biasanya di lokasi tersebut ditempatkan sebagian abu hasil pembakaran pasca dilakukan upacara Ngaben. Biasanya, abu jasad pembakaran ditempatkan di beberapa lokasi yang dianggap suci, seperti laut, gunung, serta tempat-tempat lainnya. Dugaan itu dikuatkan dengan ditemukannya sejumlah benda-benda kuno yang terbuat dari batu. Beberapa tahun sebelumnya, warga setempat menemukan batu andesit berbentuk persegi serta antefik yang identik dengan bagian sudut atas candi. Lokasi temuan itu berada di barat atau bagian dalam bentangan struktur bata kuno.

Bisa jadi, dulunya ada candi di sini yang menjadi tempat pendharmaan Mahisa Cempaka dan Wisnuwardhana. Di sini juga ditemukan arca yang sekarang masih utuh. Konon menurut Pararaton di lokasi ini juga ada patung Siwa yang sangat bagus, namun itu (patung) belum kami temukan, apakah sudah diambil, saat penjajahan dulu kami belum mengetahuinya," jelasnya.

Postingan populer dari blog ini

Ong Kara Ngadeg Dan Ong Kara Sungsang

Suargaloka, Narakaloka DAN Mokshaloka