LONTAR SUNDARIGAMA, JAWABAN TELAK KEPADA KELOMPOK MASYARAKAT YANG MENGINGINKAN PERUBAHAN UPACARA DIBALI
"iti sundarigama ngaran, maka dresti pakreti gama, lingira sang hyang suksma licin ring sang watek ing purohita kabeh...... ... apan ya wwang tan pakreti rasa ngaran, tan pakrama, sama lawan sato, binaya amangan sega, yan sang wiku tan manut, dudu sira wiku ranakira sang hyang dharma....."
isi dari lontar ini adalah tatacara pelaksanaan upacara agama, yang merupakan sabda bhatara guru, yang merupakan pengetahuan sanghyang siwa, sanghyang buddha dan sanghyang waishnawa sebagai agem agaman gama tirta/gama bali. Nasehat ini ditujukan kepada para pendeta ( tri sadhaka ) yang saat itu menjadi penasehat raja. Karenanya lontar sundarigama ini dijadikan sebagai tradsi suci yang patut diwariskan secara turun-temurun dan patut disampaikan kepada setiap umat sejebag bali, agar wilayah tempat dilaksanakan upacara menjadi tentram dan kehidupan masyarakat menjadi sejahtera. Apabila upacara-upacara tersebut tidak dilaksanakan dan diindahkan terutama oleh para pendeta, maka sirna taksu para pendeta tersebut.
Dapat dijadikan acuan kenapa kita harus tetap tegakkan konsep ritual dibali secara utuh, karena memang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara skala dan niskala, begitu juga didalam pelaksanaan upacara yajnya tersebut disisipkan konsep ekonomi antar masyarakat, sehingga terjadilah perputaran barang diantara masyarakat.
Dilain pihak ada yang menginginkan konsep yajnya dibali dirubah, disederhanakan bahkan ada yang menyatakan sudah tidak sesuai dengan ajaran weda. Segala tafsir dicarikan agar bali rapuh dan rontok akibat upacara dihilangkan, menyatakan cukup dengan puja mantra saja. Seluruh cara seperti ini sesungguhnya adanya motif terselip yang menginginkan bali hancur dan para pandeta yang sah taksunya sedikit demi sedikit bisa hilang.
Kelompok penentang dengan dalih penyederhanaan upacara yajnya sesungguhnya memiliki kualitas agama yang sangat tipis, bisa jadi mereka bukan gama bali yang sejati, mereka adalah penumpang gelap yang diselundupkan untuk merongrong kesejahteraan masyarakat bali. Kedok mengikuti konsep tradisi mediksa sesungguhnya juga akal-akalan agar mau diterima dimasyarakat walaupun mereka langgar beberapa persyaratan kedisiplinan sebagai sosok brahmana sejati.
Bisa dilihat dari lelaku dan cara pandang atas upacara yajnyanya, semakin menyimpang dari tradisi maka dapat disimpulkan mereka sejatinya bukan dari gama bali yang murni, apapun alasan dan latarbelakangnya, mereka adalah perusak tatanan kesejahteraan masyarakat bali.
Sebegiturupa upacara yajnya dibali yang telah dinyatakan sebagai landasan kesejahteraan masyarakat dibalik pencapaian spirit sejatinya yakni moksartham jagadhita ya caiti dharma. Urusan kasuksman ( kasunyataan ) masyarakat bali sudah punya aturan tersendiri, sudah punya lelaku sendiri ditempat para guru-guru kerohanian yang tersembunyi sebagai ajaran rahasia, karena memang sepatutnya ajaran kasuksman tidak boleh diumbar sebagai ajaran yang terbuka, inilah keaslian dari filsafat ajarannya yang berpegang teguh pada janji suci yakni " ajaran dalem " yang memang sepatutnya cukuo dengan olah rasa dan olah bathin, bukan dijadikan tontonan sebagai motif manusia hebat.
Demikianlah paparan tentang bagaimana mulyanya kita sebagaj masyarakat yang tetap mendorong kepada seluruh brahmana yang sejati ( bukan brahmana jadi jadian ) untuk tetap menyelenggarakan upacara yajnya yang sesuai dengan tradisi leluhur, agar masyarakat bisa mencapai kehidupan yang sejahtera, tenang dan damai.
Moksartham Jagadhita Ya Ca Itti Dharma : Semoga seluruh masyarakat memperoleh berkah kesejahteraan sebagai dharma yang sejati.