Penolak Bahaya

"Tetulak Baya"
Tetulak adalah penolak
Baya adalah bahaya
Singkatnya,  tetulak baya dalam hal ini adalah penolak atas bahaya yg sedang mengancam diri dan keluarga baik itu sekala maupun niskala. 

Ini adalah warisan leluhur Bali dan tersedia dalam banyak versi,  seperti salah satunya yg ada disini. 

Menurut standard yg berlaku secara umum dilakukan turun temurun,  tetulak baya adalah rangkaian dari 3 macam segehan wong-wongan,  yakni:
1. Segehan Slisah
2. Segehan Poleng
3. Segehan Tetulak

Segehan slisah dan poleng adalah Dasar, berjalannya sarana ritual karena ada 2 jenis Bhuta yg bekerja dalam prosesi ini yakni I Bhuta Slisah dan I Bhuta Poleng. 

Sementara segehan Tetulak adalah bentuk niatan dari pelaku Yadnya sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapi. 

Secara generik,  segehan tetulak model "pemastu walik sungsang" adalah yg biasa diterapkan. Segehan ini sudah tergolong effectif namun bila perlu dapat ditambahkan segehan model lain semacam "segehan mapinde naga". 

Segehan mepinde naga adalah jenis tetulak yg bersifat spesific karena menyasar pada penyembuhan penyakit kulit yg kerap disebut "tilas". Bila tilas berhasil menyatu melingkari pinggang korban,  alhasil korban dapat (maaf) terbunuh. Dihaturkan untuk kemudian dimohonkan menjadi Pelayan si Pelaku. Kejam memang,  namun demikianlah dunia niskala itu berjalan. Semua berjalan dan akan berjalan sesuai dg siklus Karma masing".

Kualitas dari yadnya yg tergolong dalam Bhuta Yadnya ini dapat diukur dari:
1. Bahan yg dipergunakan. Karena disyaratkan sealami mungkin seperti telujung (ujung daun pisang), nasi putih (bukan cetakan alias dibuat tangan) , tetabuhan arak tuak brem asli (bukan tetabuhan biasa),  pewarna alami macam arang dari tungku dapur,  dstnya. 
2. Bentuk segehan adalah sedapat mungkin menyerupai bentuk seperti dalam gambar. Bentuk lain mungkin ada,  maka sesuaikanlah dg isi mantra nantinya. 
3. Pembuat adalah dipersyaratkan minimal sudah melakukan penyucian diri melalui Pewintenan dan regular melakukan Penyepuhan. Yang terpenting adalah konsisten menjalankan tapa brata yoga samadhi sesuai dg ageman yg dimiliki baik itu Siwa,  Sogata maupun Bhujangga. 
4. Penguasaan atas tata cara ritual agar terjadi relasi kuat diantara mantra dg sarana. 

Hal yg umum terjadi sesaat setelah yadnya dilakukan adalah sesuatu hal aneh bisa timbul pada korban seperti rasa gatal menjalar ke seluruh tubuh namun mengarah turun pada telapak kaki, terkadang nyasar pula ke telapak tangan. 

Ini umum terjadi karena penyakit sedang berupaya mencari jalan keluarnya sendiri dari tubuh korban. Dan telapak kaki adalah jalur terbaiknya mencapai Pertiwi. 

Satu hal yang patut diwaspadai dalam menjalankan ritual ini adalah "counter balik" Pelaku kepada si Korban bahkan bisa pula siapa pun yg terlibat atau berada di dekat korban. Sasaran bisa mengalami gelisah tidur bahkan menjerit tidak karuan. 

Oleh karena itu, perlu dilakukan perlindungan diri dan bila mungkin "mejagra" atau bergadang semalam suntuk usai ritual dijalankan. 

Counter balik terjadi,  karena prosesi ini adalah pengembalian penyakit kepada si Pelaku, bukan pembuangan biasa. 
Maka menjadi wajar Pelaku langaung merasa kesakitan dan berupaya mengirim kembali pada si Korban guna menyembuhkan rasa sakitnya. 

Catatan:
Lakukanlah Yadnya ini berlandaskan Cinta dan Kasih,  jangan terjebak oleh rasa benci ingin membalaskan Dendam. 

Sejatinya,  semua mahluk adalah bersaudara dan setiap insan adalah sama" sedang belajar. 

Ritual ini adalah bentuk Peringatan kepada Pelaku agar tidak mengulangi dan menambah Karma Buruknya dikemudian hari. Semakin besar keburukannya,  maka semakin besar pula peluangnya memasuki alam" neraka untuk turut menderita bersama dg mahluk" nista. Sulit baginya untuk bisa terlahir kembali menjadi Manusia, satu"nya jalur mencapai Pencerahan Sempurna. 

******
1. Elingang nunas panugerahan dumun ring Kemulan sowang".
2. Lantur margayang pengeraksa jiwa. 
3. Matur bhakti / piuning ring Lebuh
4. Lantur rauhin Dhurga Bhucari, Bhuta Sliwah lan Bhuta Poleng mangde nadah. 
5. Uncarang Mantra:
Ih kita suprapti ala,  sarwa dursila,  maling,  desti mwang sarwa corah......wastu kita walik sungsang.
Pangan anakmu,  desti pianak somahmu,  wastu walik sungsang dadi kita. 
Aku sanghyang tiga sakti, ong ang ung mang, ang ah ah ah..... Ong poma3x

.....puput.....

********

Semoga Pengetahuan ini bisa bermanfaat bagi Pelestarian Tradisi Agama Bali. Kurang lebih, mohon kiranya dimaklumi.  

Rahayu
🙏🙏🙏
Gusti Made Wirawan

Postingan populer dari blog ini

Ong Kara Ngadeg Dan Ong Kara Sungsang

Delusion Scene

Pulau Yang Pelan-Pelan Habis Terjual